Ada yang tau apa itu Windfall Tax?
Mengenal Apa Itu Windfall Tax Dalam Dunia Pepajakan
Windfall Tax atau Excess Profit Tax (EPT) yaitu jenis pajak sementara yang diterapkan oleh perusahaan atau industri yang mendapatkan keuntungan tinggi yang “tidak normal” karena situasi yang tidak terduga, seperti bencana alam, fluktuasi harga pasar yang tiba-tiba, krisis akibat perang ataupun dari kebijakan pemerintah.
Untuk apa Windfall Tax?
Windfall Tax diterapkan oleh pemerintah yakni untuk meningkatkan penerimaan pajak dan diharapkan menciptakan keadilan distribusi kekayaan serta mencegah eksploitasi pasar serta menjaga stabilitas harga. Dengan memanfaatkan lonjakan profit perusahaan, yang kemudian dapat digunakan untuk membiayai barang publik, program sosial, dan sumber pendanaan saat krisis.
Rangkuman singkat, Negara yang Menerapkan Windfall Tax:
• Austria
- Berlaku hingga akhir 2023.
- Tarif max 40% untuk perusahaan minyak dan gas dengan keuntungan lebih dari 20% rata-rata profit 4 tahun sebelumnya.
- Tarif lebih rendah untuk perusahaan yang berinvestasi dalam energi terbarukan.
• Slovakia
- Berlaku mulai Desember 2022 s.d Desember 2024 untuk produsen listrik, dan diimplementasikan pada tahun 2022 dan 2023 untuk industri lainnya.
- Tarif 90% untuk produsen listrik, 70% untuk perusahaan minyak, gas dan batu bara.
• Spanyol
- Berlaku untuk tahun 2023 dan 2024.
- Tarif 4,8% untuk bank dengan net income lebih dari 800jt Euro di tahun 2019.
- Tarif 1,2% untk perusahaan energi dengan turnover lebih dari 1 miliar Euro ditahun 2019
• Finlandia
- Berlaku pada tahun 2023
- Tarif 30% untuk perusahaan listrik, gas, dan minyak dengan margin profit lebih dari 120% dari rata-rata tahun 2018-2021.
• Republik Ceko
- Berlaku mulai dari 2023 sampai 2025
- Tarif 90% untuk prosedur listrik dengan total anual turnover minimal 2 miliar Koruna Ceko di tahun 2021.
- Tarif 60% untuk perusahaan energi dan bank.
Apakah Indonesia Menerapkan Windfall Tax?
Hingga saat ini, pemerintah Indonesia belum menerapkan Windall Tax. Namun, untuk ‘menangkap’ pajak dari profit yang diterima perusahaan akibat lonjakan harga komoditas, pemerintah Indonesia menggunakan instrumen bea keluar.
Sebagai contoh, komoditas Crude Palm Oil (CPO) dikenakan tarif bea keluar yang lebih tinggi apabila harga rata-rata internasional dan harga rata-rata bursa komoditi mengalami peningkatan.